
Gen Z dan Pola Pikir tentang Dunia Kerja
Gen Z dikenal sebagai generasi yang berani mengambil keputusan cepat, termasuk dalam urusan pekerjaan. Mereka cenderung mencari tempat kerja yang sesuai dengan nilai, kenyamanan, dan keseimbangan hidup. Jika tidak merasa cocok, keputusan resign bisa diambil dalam hitungan hari. Pola pikir ini berbeda jauh dengan generasi sebelumnya yang lebih memilih bertahan demi stabilitas karier.
Kasus resign hanya dalam dua hari kerja menunjukkan bahwa sebagian Gen Z tidak ragu mengutamakan kesehatan mental dan kenyamanan pribadi dibandingkan sekadar gaji. Namun, keputusan yang terlalu cepat sering kali menimbulkan kesan kurang profesional di mata perusahaan.
Surat Resign Tulisan Tangan Jadi Sorotan
Yang membuat kasus ini semakin menarik perhatian publik adalah cara karyawan tersebut menyampaikan pengunduran diri. Alih-alih menggunakan email atau aplikasi digital, ia memilih menulis surat resign secara manual. Surat tulisan tangan ini dinilai jujur, sederhana, sekaligus menimbulkan perdebatan tentang etika resign di era digital.
Beberapa HRD menilai, pengunduran diri melalui surat tulisan tangan masih sah dan sopan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa langkah tersebut terkesan terburu-buru karena tidak melalui diskusi dengan atasan maupun tim. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah Gen Z kurang memahami prosedur formal di kantor?
Perspektif Perusahaan
Bagi perusahaan, perekrutan karyawan bukanlah proses yang mudah. Membuka lowongan, melakukan seleksi, hingga melatih karyawan baru membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Ketika ada karyawan yang keluar setelah dua hari, perusahaan tentu merasa dirugikan. Situasi ini menambah panjang daftar tantangan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan karyawan muda.
Fenomena tersebut juga mengungkap adanya jurang komunikasi antara manajemen dan generasi baru. Banyak pimpinan merasa bahwa Gen Z tidak sabar menghadapi proses adaptasi kerja. Di sisi lain, Gen Z merasa perusahaan sering kurang memberikan bimbingan dan ruang untuk tumbuh.
Kesehatan Mental dan Lingkungan Kerja
Salah satu alasan Gen Z cepat resign adalah faktor kesehatan mental. Tekanan kerja, budaya kantor yang kaku, atau ekspektasi yang tinggi sering kali membuat mereka merasa tidak nyaman. Karena itu, mereka memilih mundur lebih awal daripada bertahan dalam kondisi yang dianggap tidak sehat bagi psikologis.
Menurut pakar sumber daya manusia, perusahaan sebaiknya mulai lebih peka terhadap kesejahteraan karyawan muda. Pendekatan empati, mentoring, serta budaya kerja yang fleksibel dapat membantu mengurangi angka resign dini.
Bagaimana Seharusnya Gen Z Bersikap?
Meski hak untuk resign ada di tangan karyawan, Gen Z tetap perlu memahami etika profesional. Mengundurkan diri terlalu cepat bisa memberi kesan negatif pada rekam jejak karier. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan sebelum memutuskan berhenti bekerja:
- Berikan waktu adaptasi – Setiap kantor punya budaya berbeda. Cobalah bertahan minimal beberapa bulan untuk memahami pola kerja.
- Komunikasi dengan atasan – Sampaikan kesulitan yang dirasakan, jangan langsung memilih keluar.
- Evaluasi tujuan karier – Pastikan resign dilakukan dengan pertimbangan matang, bukan hanya emosi sesaat.
- Pahami prosedur formal – Gunakan jalur resmi seperti email, notifikasi HRD, atau pertemuan langsung, bukan sekadar surat singkat.
Pelajaran bagi Perusahaan
Kejadian ini juga menjadi refleksi bagi perusahaan. Mungkin sistem orientasi karyawan baru (onboarding) belum cukup efektif. Jika perusahaan mampu menciptakan lingkungan ramah, terbuka, dan mendukung pertumbuhan, karyawan Gen Z akan lebih betah. Dengan demikian, angka turnover bisa ditekan.
Kesimpulan
Kisah karyawan Gen Z yang resign hanya dalam dua hari kerja sekaligus mengirim surat tulisan tangan menjadi cermin dinamika baru dunia kerja. Fenomena ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan perusahaan dan ekspektasi generasi muda. Agar masalah serupa tidak terus terulang, perusahaan dan karyawan harus sama-sama berbenah. Gen Z perlu meningkatkan profesionalisme, sementara perusahaan wajib menciptakan budaya kerja yang sehat dan inklusif.
Pranala Luar
Kategori: Dunia Kerja, Generasi, HRD
Tag: Gen Z, Resign, Kantor, Soft Skill, Dunia Kerja
